artikel ISLAM

Oleh: Ust. Kholid Syamhudi, Lc.


Banyak kaum muslimin yang sembrono dalam memberi makan hewan ternaknya atau unggasnya atau ikan atau yang lainnya yang dikonsumsi dari hewan. Khususnya di masa krisis yang sulit atau relatif mahal makanan bagi hewan piaraannya. Mereka menganggap sepele hal ini dan sampai ada yang menyatakan hitung-hitung penghematan, karena tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti pengaruh makanan terhadap pribadi dan akhlaknya. Padahal hal tersebut seharusnya diperhatikan agar makanan yang dikonsumsi kaum muslimin bisa lebih baik dan bersih. Dengan demikian keinginan membentuk masyarakat yang baik, aman dan sentosa dapat diraih dengan kebaikan dan mutu para individunya. Yang itu tentunya tidak lepas dari peran makanan yang dikonsumsi.

Pengertian Binatang Jallalaah
Kata Al Jallalah adalah satu kata dalam bahasa Arab yang dibaca fathah huruf jim-nya dan di tasydid huruf lam-nya. Didefinisikan ulama dengan hewan yang memakan kotoran baik berupa sapi, kambing, unta atau jenis unggas seperti burung dan yang lainnya. Dari definisi ini jelaslah seluruh binatang yang diberi makanan kotoran masuk dalam kategori Jallalah baik itu ikan lele, ayam, bebek, atau yang lainnya yang banyak dijumpai di negeri kita ini.
Bagaimana Hukum Memakan Dagingnya ?
Para ulama berselisih tentang hukum memakan daging dan susu hewan jallalah ini dalam dua pendapat. Pertama mengharamkannya dengan dasar hadits Ibnu Umar RA beliau berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang memakan daging hewan jallalah dan susunya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Al Tirmidzi dan dinilai hasan olehnya)
Ini jelas menunjukkan pengharaman, karena kata “larangan” pada asalnya untuk pengharaman. Sedangkan yang kedua menyatakan kemakruhannya saja. Mereka menyatakan bahwa larangan dalam hadits tersebut bukan pada dzat hewannya, namun hanya pada perkara lain yang tidak menunjukkan lebih dari perubahan mutu dan kualitas daging dan susu hewan tersebut. Tentunya hal ini tidak sampai pada pengharaman. Namun yang rojih –insya Allah- dari pendapat-pendapat ulama tentang hal ini adalah pengharaman memakan daging dan susu hewan jallalah Karena jelasnya penunjukan hadits Ibnu Umar di atas.
Kapan dan Berapa Ukuran yang Menjadikannya Dilarang
Para ulama pun berselisih tentang ukuran najis yang bila dimakan akan menjadikan hewan tersebut menjadi hewan jallalah dalam beberapa pendapat. Namun yang rojih insya Allah adalah pendapat mazhab Hambali, Syafi’i dan Hanafi yang melihat kepada makanan dominannya. Pengertiannya dianggap satu hewan itu hewan jallalah bila makanan yang dominan adalah kotoran, karena dilihat kepada lafaz kata Jallalah yang menunjukkan lebih dominannya.
Para ulama menyatakan bahwa Hewan jallalah ini dapat berubah kembali kepada asalnya dan boleh dimakan kembali daging dan susunya setelah dikurung (karantina) dan diberi makan makanan yang halal dan baik. Namun mereka bersilang pendapat tentang ukuran waktu mengurungnya tersebut, ada yang menyatakan tiga hari dan ada yang lebih. Namun yang rojih insya Allah adalah tidak ada ukuran pasti tentang hal itu, sehingga kapan diperkirakan dengan perhitungan yang benar hilangnya pengaruh najis kotoran tersebut dari daging dan susu hewan tersebut. Sebab tidak ada satu pun dalil pasti tentang hal ini dan yang terpenting adalah hilangnya pengaruh kotoran yang dikonsumsi tersebut dari daging atau susu hewan tersebut. Sebagaimana dirojihkan Syeikh Dr. Sholeh Al Fauzan dalam kitab Al Ath’imah dan ini merupakan salah satu pendapat mazhab As Syafi’iyah.
Hikmah Larangan Jallalaah
Wallahu A’lam hikmah dari pelarangan memakan hewan jallalah ini adalah untuk menghindari kaum muslimin dari memakan barang-barang kotor walaupun dengan cara tidak langsung, karena adanya pengaruh jelek terhadap kesehatan dan tingkah laku seseorang. Sebab orang yang memakan terpengaruh oleh makanan yang dimakannya, sehingga dikhawatirkan kekotoran makanan tersebut berpindah kepada orang yang memakannya dan mengakibatkan munculnya akhlak yang buruk. (Kitab Al Ath’imah, Dr. Sholeh Al Fauzan hal. 76)
Hewan Pemakan Bangkai
Demikian juga masuk dalam pengharaman adalah hewan pemakan bangkai seperti burung nasar dan sebagian burung gagak, karena jeleknya makanan yang dikonsumsinya. Demikian permasalahan ini mudah-mudahan bermanfaat.


courtesy of muslim.or.id